BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Membicara tentang baharu,pikiran kita tidak lepas dari
sosok nelayan,berbada konteks,nelayan dulu adalah sosok terpandang,memiliki
identitas sebagai mereka yang tangguh dan terhormat.
Perikanan adalah
kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan
pada umumnya mencakup ikan, amfibi, dan berbagai avertebrata penghuni
perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya.
Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985
dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam
perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan
demikian, perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis.
Umumnya, perikanan dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan pangan bagi manusia. Selain itu, tujuan lain
dari perikanan meliputiolahraga, rekreasi (pemancingan ikan), dan
mungkin juga untuk tujuan membuat perhiasan atau mengambil minyak ikan.
Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum
untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan,pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, pengeringan, atau mengawetkan ikan dengan
tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha
(komersial/bisnis).
Pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya termasuk
proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan,
konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi
serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan yang bertujuan
agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan mencapai
kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan yang terus menerus.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Secara umum,
rumusan masalah pada tulisan “EKONOMI PERIKANAN DAN KESEJAHTERAN NELAYAN
DALAM PROGRAM PEMERINTAH” ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut
ini :
1.apakah ekonomi perikaan masyarakat sudah meningkat?
2.apa yang menyebabkan perekokomian perikaan di
Indonesia meningkat ataupun menurun?
3.apakah program pemerintah saat ini berdampak besar
bagi kehidupan para nelayan?
1,3 TUJUAN
1.Bagi Penulis
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah pengantar
bisnis. Selain itu, bagi diri kami pribadi tulisan ini juga diharapkan bisa
digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa, baik dalam
lingkup universitas gunadarma maupun di aktivitas akademika yang lain.
2. Bagi Pembaca
Para pembaca
digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas, sehingga
kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul. Diharapkan masyarakat bisa lebih
memahami tentang perekonomian perikanan dan nilai positif dari program
pemerintah saat ini terhadap kesejahtraan hidup nelayan maupun masyarat.
1.4 METODE PENULISAN
Metode
yang di gunakan adalah:
-Deskriptif
-Kajian pustaka dilakukan dengan mencari literatur di internet dan buku - buku panduan.
-Deskriptif
-Kajian pustaka dilakukan dengan mencari literatur di internet dan buku - buku panduan.
BAB II
PEMBAHASAN
Memahami
aspek ekonomi
perikanan tidaklah lengkap tanpa memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud
dengan perikanan dari berbagai perspektif. Kegiatan menangkap ikan dan membudi
dayakan ikan telah berlangsung ribuan, bahkan puluhan ribu tahun yang lalu.
Dengan demikian kegiatan perikanan merupakan proses pembelajaran kolektif dalam
kurun waktu yang cukup lama tersebut. Oleh karenanya dalam memahami konsep
perikanan, berbagai perspektif ini harus dikaji terlebih dahulu sehingga kita
tidak terpaku pada pengertian sesaat yang mungkin berlaku pada konteks ruang
dan waktu yang berbeda.
Perikanan memegang
peranan sangat penting dalam peradaban manusia dari zaman prasejarah hingga
zaman modern. Lalu apa sebenarnya perikanan itu sendiri? lstilah perikanan atau
fishery memang bisa membingungkan karena banyaknya definisi yang digunakan baik
secara teknis maupun nonteknis. Untuk itu terlebih dahulu harus kita pahami
bersama apa itu perikanan sehingga kita memiliki persepsi yang sama mengenai
hal ini.
Dalam
konteks bahasan perikanan sehari-hari baik tatanan praktis maupun ilmiah,
definisi Lackey barangkali yang lebih umum digunakan karena cakupan yang lebih
luas daripada definisi yang lain. Lebih jauh Lackey (2005) memperkirakan bahwa
saat ini kegiatan perikanan telah melibatkan lebih dari 4000 spesies hewan
perairan dengan dominasi jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi seperti
tuna, udang, salmon, cod, dan crabs (khususnya di perairan Alaska).
Definisi di atas tentu saja sebatas definisi ilmiah yang berlaku secara umum. Dalam konteks legal, Indonesia mengartikan perikanan melalui pengertian yang dituangkan dalam aturan perundang-undangan. Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang perikanan yang diubah dalam UU No 45/2009 mendefinisikan perikanan sebagai:
“semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan..”
(UU 31/2004 Bab l pasal 1 ayat 1)
Definisi di atas tentu saja sebatas definisi ilmiah yang berlaku secara umum. Dalam konteks legal, Indonesia mengartikan perikanan melalui pengertian yang dituangkan dalam aturan perundang-undangan. Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang perikanan yang diubah dalam UU No 45/2009 mendefinisikan perikanan sebagai:
“semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan..”
(UU 31/2004 Bab l pasal 1 ayat 1)
Pembangunan ekonomi perikanan masih buruk.
Pembangunan ekonomi perikanan dalam masa terakhir
pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II memberikan catatan buruk bagi
kesejahteraan nelayan. Kesejahteraan nelayan terus menurun dalam lima tahun terakhir.
sebahkan yang terjadi dalam triwulan I/2014, kesejahteraan nelayan berada di
titik terendah.
Padahal, pertumbuhan ekonomi perikanan cenderung meningkat. Hal ini pun memperkuat dugaan publik selama ini, bahwa program bantuan 1000 kapal di atas 30 GT tidak berdampak ke peningkatan kesejahteraan nelayan.
Data Badan Pusat Statistik (2014) menunjukkan, pada periode 2005-2013, pertumbuhan ekonomi perikanan berkisar 5,07-6,96 persen. Sementara itu berdasarkan data nota keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 terlihat, ekonomi nasional dalam periode 2004-2008 rata-rata tumbuh 5,9 persen per tahun. Dengan demikian terlihat, sektor perikanan memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Produksi perikanan juga memperlihatkan peningkatan serupa. Data FAO (2014) menunjukkan, pada periode 2000-2012, pertumbuhan produksi perikanan mencapai 9,34 persen per tahun. Dalam periode tersebut pertumbuhan perikanan budi daya tercatat mencapai 20,59 persen per tahun dan perikanan tangkap hanya 2,93 persen per tahun.
Total produksi perikanan pada 2000 mencapai 5,12 juta ton, terdiri atas 4,12 juta ton perikanan tangkap dan 882.99.000 ton perikanan budi daya.
Namun demikian pada 2012, produksi perikanan meningkat tajam menjadi 15,42 juta ton per tahun, terdiri atas 5,822 juta ton produksi perikanan tangkap dan 9,60 juta ton produksi perikanan budi daya. Demikian juga dengan perkembangan perdagangan ikan dan produk perikanan. Data UN-Comtrade (2014) menunjukkan, dalam kurun 1996-2013, neraca perdagangan ikan dan produk perikanan Indonesia cenderung terus meningkat, walaupun dalam beberapa tahun terjadi penurunan yang cukup tinggi.
Data UN-Comtrade (2014) menunjukkan pula, neraca perdagangan ikan dan produk perikanan pada 1996 mencapai US$ 1,57 miliar. Sementara itu, pada 2013 meningkat menjadi US$ 2,64 miliar.
Berdasarkan data yang sama, terlihat penurunan tertinggi neraca perdagangan ikan dan produk perikanan terjadi pada 2009. Penurunan tersebut terjadi seiring meningkat tajamnya nilai impor ikan dan produk perikanan Indonesia. Sementara itu, nilai ekspor turun. Nilai impor ikan dan produk perikanan pada 2009 mencapai US$ 148,96 juta dan nilai ekspor US$ 1,71 miliar.
Berdasarkan perkembangan nilai terlihat, neraca perdagangan ikan dan produk perikanan dalam periode 1996-2013 rata-rata tumbuh 3,52 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2011 dan 2012, yaitu 21,52 persen per tahun dan 16,30 persen per tahun. Sementara itu, pertumbuhan terendah terjadi pada 2009, mencapai negatif 16,12 persen per tahun. Pertumbuhan negatif tersebut diduga disebabkan meningkatnya nilai impor ikan, khususnya yang berasal dari Tiongkok.
Padahal, pertumbuhan ekonomi perikanan cenderung meningkat. Hal ini pun memperkuat dugaan publik selama ini, bahwa program bantuan 1000 kapal di atas 30 GT tidak berdampak ke peningkatan kesejahteraan nelayan.
Data Badan Pusat Statistik (2014) menunjukkan, pada periode 2005-2013, pertumbuhan ekonomi perikanan berkisar 5,07-6,96 persen. Sementara itu berdasarkan data nota keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 terlihat, ekonomi nasional dalam periode 2004-2008 rata-rata tumbuh 5,9 persen per tahun. Dengan demikian terlihat, sektor perikanan memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Produksi perikanan juga memperlihatkan peningkatan serupa. Data FAO (2014) menunjukkan, pada periode 2000-2012, pertumbuhan produksi perikanan mencapai 9,34 persen per tahun. Dalam periode tersebut pertumbuhan perikanan budi daya tercatat mencapai 20,59 persen per tahun dan perikanan tangkap hanya 2,93 persen per tahun.
Total produksi perikanan pada 2000 mencapai 5,12 juta ton, terdiri atas 4,12 juta ton perikanan tangkap dan 882.99.000 ton perikanan budi daya.
Namun demikian pada 2012, produksi perikanan meningkat tajam menjadi 15,42 juta ton per tahun, terdiri atas 5,822 juta ton produksi perikanan tangkap dan 9,60 juta ton produksi perikanan budi daya. Demikian juga dengan perkembangan perdagangan ikan dan produk perikanan. Data UN-Comtrade (2014) menunjukkan, dalam kurun 1996-2013, neraca perdagangan ikan dan produk perikanan Indonesia cenderung terus meningkat, walaupun dalam beberapa tahun terjadi penurunan yang cukup tinggi.
Data UN-Comtrade (2014) menunjukkan pula, neraca perdagangan ikan dan produk perikanan pada 1996 mencapai US$ 1,57 miliar. Sementara itu, pada 2013 meningkat menjadi US$ 2,64 miliar.
Berdasarkan data yang sama, terlihat penurunan tertinggi neraca perdagangan ikan dan produk perikanan terjadi pada 2009. Penurunan tersebut terjadi seiring meningkat tajamnya nilai impor ikan dan produk perikanan Indonesia. Sementara itu, nilai ekspor turun. Nilai impor ikan dan produk perikanan pada 2009 mencapai US$ 148,96 juta dan nilai ekspor US$ 1,71 miliar.
Berdasarkan perkembangan nilai terlihat, neraca perdagangan ikan dan produk perikanan dalam periode 1996-2013 rata-rata tumbuh 3,52 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2011 dan 2012, yaitu 21,52 persen per tahun dan 16,30 persen per tahun. Sementara itu, pertumbuhan terendah terjadi pada 2009, mencapai negatif 16,12 persen per tahun. Pertumbuhan negatif tersebut diduga disebabkan meningkatnya nilai impor ikan, khususnya yang berasal dari Tiongkok.
Kesejahteraan Turun
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi perikanan, pertumbuhan produksi perikanan, dan neraca perdagangan ikan nasional ternyata belum berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan. Bahkan dalam lima tahun terakhir, kondisi kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan cenderung turun.
Data BPS (2014) menunjukkan, rata-rata nilai tukar nelayan pada 2009 mencapai 105,69 dan pada 2013 turun menjadi 104,98. Sementara itu pada 2014 (per bulan April), rata-rata nilai tukar nelayan turun menjadi 102,49. Bahkan dalam Januari-April 2014, kondisinya jauh lebih buruk dibandingkan periode bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini memperlihatkan, pertumbuhan ekonomi perikanan, pertumbuhan produksi perikanan, dan neraca perdagangan ikan nasional lebih banyak dinikmati para pemodal besar dan asing.
Berdasarkan catatan yang penulis miliki, peningkatan investasi asing di sektor perikanan sudah terjadi sejak awal 2006. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM 2014) menunjukkan, investasi asing (PMA) pada 2006 mencapai 99,94 persen, sedangkan penanaman modal dalam negeri hanya mencapai 0,06 persen. Peningkatan PMA tersebut mencapai puncaknya pada 2008. Data BPKM memaparkan, investasi sektor perikanan pada tahun tersebut 100 persen PMA. Namun demikian, memasuki 2009, investasi asing turun menjadi 67,37 persen, sedangkan investasi dalam negeri (PMDN) meningkat menjadi 32,63 persen.
Peningkatan peran PMDN tersebut tidak terlepas dari desakan publik kepada pemerintah untuk membatasi kepentingan asing di sektor perikanan. Puncaknya ketika menteri kelautan dan perikanan mengesahkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 5/2008 tentang Izin Usaha Perikanan Tangkap, dipertegas kembali dengan disahkannya revisi Undang-Undang (UU) No 31/2004 tentang Perikanan menjadi UU No 45/2009 tentang Perikanan, pada masa akhir periode Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan DPR periode 2004-2009.
Pada kedua peraturan tersebut, kepentingan asing di sektor perikanan sangat diperketat. Peraturan itu juga lebih mendorong keterlibatan nelayan, pembudi daya ikan, investor dalam negeri, dan pengusaha ikan nasional.
Namun demikian, tahun 2010, persentase PMA kembali meningkat seiring tidak konsistennya kebijakan menteri kelautan dan perikanan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, yang kembali memasukkan kepentingan asing di sektor perikanan. Berdasarkan hal tersebut, di akhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini, menteri kelautan dan perikanan perlu memperkuat kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan nasional. Selain itu, penguatan penyuluh perikanan sangat mendesak dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Para penyuluhlah yang ada di garis paling depan dalam membina para nelayan dan pembudi daya ikan.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi perikanan, pertumbuhan produksi perikanan, dan neraca perdagangan ikan nasional ternyata belum berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan. Bahkan dalam lima tahun terakhir, kondisi kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan cenderung turun.
Data BPS (2014) menunjukkan, rata-rata nilai tukar nelayan pada 2009 mencapai 105,69 dan pada 2013 turun menjadi 104,98. Sementara itu pada 2014 (per bulan April), rata-rata nilai tukar nelayan turun menjadi 102,49. Bahkan dalam Januari-April 2014, kondisinya jauh lebih buruk dibandingkan periode bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini memperlihatkan, pertumbuhan ekonomi perikanan, pertumbuhan produksi perikanan, dan neraca perdagangan ikan nasional lebih banyak dinikmati para pemodal besar dan asing.
Berdasarkan catatan yang penulis miliki, peningkatan investasi asing di sektor perikanan sudah terjadi sejak awal 2006. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM 2014) menunjukkan, investasi asing (PMA) pada 2006 mencapai 99,94 persen, sedangkan penanaman modal dalam negeri hanya mencapai 0,06 persen. Peningkatan PMA tersebut mencapai puncaknya pada 2008. Data BPKM memaparkan, investasi sektor perikanan pada tahun tersebut 100 persen PMA. Namun demikian, memasuki 2009, investasi asing turun menjadi 67,37 persen, sedangkan investasi dalam negeri (PMDN) meningkat menjadi 32,63 persen.
Peningkatan peran PMDN tersebut tidak terlepas dari desakan publik kepada pemerintah untuk membatasi kepentingan asing di sektor perikanan. Puncaknya ketika menteri kelautan dan perikanan mengesahkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 5/2008 tentang Izin Usaha Perikanan Tangkap, dipertegas kembali dengan disahkannya revisi Undang-Undang (UU) No 31/2004 tentang Perikanan menjadi UU No 45/2009 tentang Perikanan, pada masa akhir periode Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan DPR periode 2004-2009.
Pada kedua peraturan tersebut, kepentingan asing di sektor perikanan sangat diperketat. Peraturan itu juga lebih mendorong keterlibatan nelayan, pembudi daya ikan, investor dalam negeri, dan pengusaha ikan nasional.
Namun demikian, tahun 2010, persentase PMA kembali meningkat seiring tidak konsistennya kebijakan menteri kelautan dan perikanan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, yang kembali memasukkan kepentingan asing di sektor perikanan. Berdasarkan hal tersebut, di akhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini, menteri kelautan dan perikanan perlu memperkuat kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudi daya ikan nasional. Selain itu, penguatan penyuluh perikanan sangat mendesak dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Para penyuluhlah yang ada di garis paling depan dalam membina para nelayan dan pembudi daya ikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dari tulisan ini, dapat disimpulkan Pembangunan ekonomi perikanan dalam masa terakhir pemerintahan Kabinet
Indonesia Bersatu Jilid II memberikan catatan buruk bagi kesejahteraan nelayan,
kesejahteraan nelayan berada di titik terendah. Dan sedangkan
pertumbuhan ekonomi perikanan cenderung meningkat dan disinilah upaya – upaya
pemerintah yang harus di perbaiki agar tercapai hidupan masyarakat yang berkualitas.
3.2 SARAN
Setelah pembaca tulisan ini, masyarat
mempunyai pengetahuan lebih,mengubah pola pikir agar tercapai tujuan – tujuan
puncak dan pemerintah lebih bijaksana dalam membuat program dan berupayah untuk
kelangsungan hidup mayarakat yang sejahtera.
3.3 SUMBER :
Penulis adalah peneliti di Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan
Peradaban Maritim
( Sinar Harapan)
( Sinar Harapan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar